Indonesia Darurat Covid, Siapkah New Normal?

Oleh: Pipiet Palestin Amurwani

Sumber: Website Universitas Airlangga

WHO (World Health Organization) menetapkan COVID – 19 sebagai pandemi karena telah menyebar ke beberapa negara bahkan benua. Dirjen WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam National Geographic Indonesia mengatakan bahwa penetapan ini dilakukan karena tingat penyebaran dan keparahan yang mengkhawatirkan dari virus corona. Termasuk di negara kita, Indonesia tercinta. Wabah COVID – 19 yang disebabkan oleh virus Corona telah mengubah hampir semua sendi kehidupan. Perekonomian jatuh, banyak karyawan di PHK (Pemberhentian Hubungan Kerja), pekerja harian tidak mendapatkan penghasilan, wirausaha kecil menjerit karena usahanya tak laku dan masih banyak lagi. Kondisi ini mendorong para dermawan untuk membantu sesama. Mereka membagikan bahan pangan, makanan dan bahkan uang.
Di bidang kesehatan, telah banyak tenaga medis yang gugur dalam menjalankan tugas menangani pasien covid-19. Mereka berjuang mati-matian menolong para pasien. Banyak pasien yang akhirnya sembuh meskipun tak sedikit juga yang meninggal. Minimnya persediaan APD (Alat pelindung Diri) menyebabkan para nakes (Tenaga Kesehatan) harus mengenakan APD selama berjam-jam. Seperti yang ditulis REPUBLIKA.co.id pada hari Jum’at, 10 April 2020, 02.29 WIB bahwa tenaga kesehatan terus minta kekurangan APD. Hal itu tentu saja membuat kondisi daya tahan tubuh nakes menurun karena mengalami kondisi pengap dan berkeringat dalam waktu yang cukup lama.  Lalainya masyarakat untuk tetap di rumah juga menjadi faktor penyebab semakin bertambahnya kasus positif Covid-19. Ini menyebabkan para nakes semakin kelelahan dan tumbang.
Di bidang pendidikan, wabah ini pun berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar. Kelas daring (dalam jaringan) menjadi pilihan yang tak dapat dielakkan. Namun, langkah tersebut bukan tanpa penghalang. Lemahnya jaringan internet yang ada di tempat tinggal peserta didik dan guru sering menjadi kendala utama. Selain itu, tak semua peserta didik mampu untuk memiliki smartphone dan bagi yang punya pun tak semuanya mampu memiliki quota internet yang memadai. Perekonomian orang tua siswa yang terpuruk mempengaruhi keaktifannya di kelas daring. Tak jarang di antara mereka ada yang ikut membantu orang tuanya bekerja memenuhi kebutuhan keluarga. Permasalahan di dunia pendidikan pun semakin kompleks. Tarik ulur kebijakan terjadi karena kondisi yang dapat dikatakan masih jauh dari stabil. Para guru beramai-ramai mengikuti pelatihan tentang pembelajaran daring demi menyesuaikan diri dengan keadaan. “WFH” Work From Home membuat mereka semakin gigih mencoba metode-metode pengajaran baru. Tantangan tersendiri bagi para guru mengajar dan mendidik secara daring. Semua tak semudah kegiatan belajar secara tatap muka. Ada kerinduan suasana kelas gaduh, rindu menatap wajah penuh perhatian dan binar mata tanda peserta didik paham materi di kelas, rindu melihat mereka bercanda ria di waktu istirahat, rindu…rindu… Benar apa yang disampaikan Mendikbud RI Nadiem Makarin bahwa secanggih apapun teknologi tidak dapat menggantikan peran guru.
Di tengah kondisi di mana kasus positif Covid-19 terus meningkat dan angka kematian pun tak kunjung melandai, muncul kebijakan untuk “berdamai” dengan Corona. Istilah New Normal muncul mewakili kondisi yang akan dilalui. Sosialisasi tentang protokoler pada masa New Normal gencar di media televisi, media sosial, maupun dalam bentuk spanduk dan poster yang dipajang di tempat-tempat umum. Tentu saja ada pro kontra menanggapi kebijakan tersebut. Sebagian menanggapinya dengan positif dengan alasan aktivitas ekonomi akan kembali bangkit namun tak sedikit yang menganggap bahwa New Normal akan semakin memperburuk keadaan. Kritik pun disampaikan oleh banyak pihak terutama dari kalangan medis seperti dokter yang memang paham dan merasakan betul situasi saat ini. Seniman Willy Winarko pun ikut meluncurkan kritiknya dengan menciptakan sebuah lagu “terserah” yang menandakan keputusasaan. Siapkah kita melakukan New Normal dengan kesadaran masyarakat yang masih sangat rendah akan protokoler kesehatan? Siapkah kita dengan New Normal dengan syarat-syarat perlengkapan protokoler yang tidak memadai? Allaah yaa Rabb hanya kepadaMu-lah kami berserah diri dan memohon pertolongan.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasih Ibu Segera Sampai dengan JNE Super Speed

KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK: KALIMAT SAKTI AHMAD DAHLAN DALAM KEMAJUAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH

Whatsapp Menjadi Pilihan Guru