KAJIAN GENDER: KONSTRUKSI BAHASA GURU PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI PADA KEGIATAN AWAL PEMBELAJARAN (STUDI KASUS DI SMK NEGERI 7 JEMBER)
Oleh: Pipiet Palestin Amurwani
Abstrak
Perempuan dan
laki-laki memiliki keunikan masing-masing dalam berbahasa. Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan bahasa yang digunakan oleh guru perempuan dan
laki-laki di SMK Negeri 7 Jember pada
kegiatan awal pembelajaran. Data yang berhasil dikumpulkan berupa ujaran-ujaran
dari 10 guru perempuan dan 10 guru laki-laki pada saat mereka melaksanakan
kegiatan awal pembelajaran. Sumber data yaitu dari guru-guru di SMK Negeri 7
Jember. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan teori Lakoff tentang keberadaan bahasa perempuan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa guru perempuan mengungkapkan maksudnya secara
tidak langsung yaitu dengan menggunakan kalimat tanya sedangkan guru laki-laki
mengungkapkan tujuannya secara langsung dengan menggunakan kalimat pernyataan
atau kalimat berita.
Kata Kunci: Gender, Lakoff, sintaksis, wanita
Pendahuluan
Bahasa
merupakan alat penyampai pesan yang sangat penting bagi manusia. Melalui
bahasa, seseorang dapat mengungkapkan segala pengetahuan, pesan pikiran,
gagasan, dan sebagainya. Bahasa memiliki beberapa sifat, salah satunya bahwa
bahasa bersifat unik. Artinya setiap bahasa memiliki ciri khasnya masing-masing
yang tidak dimiliki bahasa yang lain. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem
bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem
yang lainnya.
Perbedaan
bahasa dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah jenis kelamin. Perempuan
dan laki-laki merupakan individu yang berbeda yang memiliki sifat-sifat berbeda
baik secara fisik, kejiwaan ataupun kedudukan mereka di dalam masyarakat.
Perbedaan – perbedaan yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki itulah yang
dapat menyebabkan berbedanya bahasa yang mereka hasilkan dan gunakan.
Saat
ini kedudukan perempuan dan laki-laki dalam hal karir dan pekerjaan tidak ada
perbedaan. Perempuan dan laki-laki dapat bersaing di dunia kerja dan prestasi.
Banyak jenis pekerjaan yang dahulunya hanya dilakukan oleh kaum laki-laki kini
banyak perempuan yang dapat menggelutinya, misalnya pekerjaan sebagai arsitek.
Begitu juga dengan pekerjaan yang dahulunya tabu dikerjakan oleh laki-laki
namun saat ini sudah lazim contohnya menjadi seorang chef.
Dunia
pendidikan merupakan salah satu lahan pekerjaan yang tidak pernah surut. Dari
tahun ke tahun jumlah lembaga pendidikan terus bertambah. Ini berarti kebutuhan
akan guru juga bertambah. Siapapun dapat mengisi kebutuhan tersebut, baik
perempuan ataupun laki-laki. Asalkan mereka memiliki kompetensi yang dibutuhkan
maka mereka dapat berperan di dalamnya. Pekerjaan sebagai guru sangat
melibatkan peran bahasa dalam mentransfer ilmu pengetahuan dan pesan moral
kepada peserta didik. Oleh karena itu, guru sebaiknya memiliki ketrampilan
berbahasa yang baik agar pesan yang ingin disampaikan kepada peserta didik
dapat diterima dengan baik.
Dalam
melakukan pembelajaran, guru harus membuat perencanaan mengajar yang didalamnya
memuat kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir atau penutup. Di dalam
setiap kegiatan terdapat patrun-patrun yang harus dipenuhi. Sebagai contoh, dalam
kegiatan awal guru mengucapkan salam, mengajak peserta didik berdo’a, mengecek
kehadiran peserta didik, memotivasi, mereview materi sebelumnya dan
menyampaikan materi yang akan dipelajari hari itu. Terdapat ragam bahasa yang
digunakan guru dalam melaksanakan kegiatan awal pembelajaran. Seperti telah
disebutkan sebelumnya bahwa jenis kelamin mempengaruhi terjadinya bahasa.
Penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif. Data yang digunakan berupa ujaran-ujaran
guru perempuan dan laki-laki pada saat kegiatan awal pembelajaran. Sumber data
diperoleh dari 10 orang guru perempuan dan 10 orang guru laki-laki di SMK
Negeri 7 Jember. Data yang diperoleh dikelompokkan dan dianalisis sesuai dengan
kebutuhan penelitian menggunakan teori Lakoff tentang keberadaan bahasa perempuan. Lakoff percaya
konstruksi sintaksis yang lebih bebas digunakan perempuan adalah penggunaan
bentuk label pertanyaan. Lakoff
menyatakan bahwa terdapat banyak hal yang mendasari munculnya perbedaan antara
perempuan dan laki-laki dalam berbahasa. Digambarkan bahwa
bahasa laki-laki lebih tegas, matang, dan laki-laki suka berbicara
terang-terangan dengan kosakata yang tepat. Namun, bahasa yang digunakan oleh
perempuan tidak tegas, tidak secara terang-terangan (menggunakan kata-kata
kiasan), dan berhati-hati ketika mengungkapkan sesuatu, serta kerap menggunakan
kata yang lebih halus dan sopan atau melalui isyarat (metapesan). Di samping itu, menurut Lakoff,
seorang perempuan jika merasa kurang yakin terhadap suatu masalah, ia akan
mempersoalkan kepada dirinya dan tidak mempunyai keyakinan terhadap diri mereka
sendiri. Oleh karena itu, banyak masalah yang timbul berakhir dengan tanda
tanya (Lakoff, 1975)
Penelitian ini
memfokuskan kajiannya pada konstruksi bahasa yang digunakan guru perempuan dan
guru laki-laki di SMK Negeri 7 Jember pada saat melaksanakan kegiatan awal
pembelajaran. Tujuannya yaitu untuk mengetahui konstruksi bahasa yang digunakan
oleh guru perempuan dan laki-laki dalam melaksanakan kegiatan awal pembelajaran.
Tinjauan
Pustaka
Terdapat
beberapa penelitian terdahulu mengenai bahasa dan jender. Diantaranya adalah
Prayitno (2009) yang meneliti tentang perbedaan penggunaan bentuk ujaran bahasa
antara pimpinan laki-laki dan perempuan dalam pertemuan resmi dalam Pemerintah
Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ujaran yang diucapkan oleh
pimpinan perempuan dalam pertemuan-pertemuan resmi cenderung bersifat
ekspresif, simpatik dan rogative (bersifat nyanyian) sedangkan ujaran pimpinan
laki-laki cenderung bersifat direktif. Santoso (2007) yang meneliti tentang
bahasa perempuan dari perspektif wacana analisa kritis. Secara umum penelitian
ini menyimpulkan bahwa perempuan dan laki-laki menggunakan bahasa yang berbeda.
Penelitian lain yaitu oleh Sobara dan Ardiyani (2013) yang meneliti tentang
sikap bahasa mahasiswa laki-laki dan perempuan di Jurusan Sastra Jerman
Universitas Negeri Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok
responden laki-laki dan perempuan keduanya mempunyai sikap bahasa yang baik. Nugraheni
(2011) meneliti tentang implikatur percakapan tokoh wanita dan tokoh laki-laki
dalam film Harry Potter and The
Goblet of fire. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam film Harry Potter and The Goblet of Fire ditemukan
pelanggaran-pelanggaran maksim dalam Prinsip Kerjasama Paul Grice yang
menyebabkan terjadinya implikatur percakapan dan ditemukan pula perbedaan
tuturan yang dilakukan oleh tokoh laki-laki dan perempuan. Suhaeb dan Asri
(2009) meneliti tentang bias jender dalam perbedaan penggunaan bahasa oleh pria
dan wanita. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan antara bahasa pria
dan wanita yang membuktikan adanya multikulturalisme bahwa dalam keragaman
tetap ada kesamaan baik dalam aspek apapun, termasuk berbahasa. Pemilihan ragam
bahasa, pasti terkait dengan konteks bahasa itu digunakan. Wibowo (2012)
meneliti tentang bahasa dan gender. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita
lebih teliti dan selaras dengan norma-norma
dalam Sosiolinguistik dan mereka lebih terbuka. Pria sulit menyesuaikan
diri daripada wanita dalam berbahasa.
Penelitian
ini memfokuskan kajiannya pada bentuk konstruksi bahasa yang dihasilkan oleh
guru perempuan dan guru laki-laki pada kegiatan awal pembelajaran di kelas.
Pembahasan
Penelitian
ini dilakukan untuk mendeskripsikan konstruksi bahasa yang digunakan oleh guru
perempuan dan laki-laki pada saat kegiatan awal pembelajaran. Data dalam penelitian ini berupa 15 (lima
belas) ujaran berupa kalimat tanya dan 6 (enam) ujaran berupa kalimat berita.
Guru
Perempuan
Kekhasan bahasa guru
perempuan terlihat pada tahap sebagai berikut;
1. Mengecek kehadiran peserta didik.
Dari
10 (sepuluh) guru perempuan, terdapat 8 (delapan) guru menggunakan kalimat
tanya dalam mengecek kehadiran peserta didik. Tahap ini bertujuan untuk
mengetahui dan mencatat peserta didik yang tidak hadir. Ragam percakapan
sebagai berikut;
(1)
Guru : “Who is absent today?(dengan ceria)”
Peserta didik : “Ismam, Bu.”
Guru : “Kenapa, mana suratnya?”
Peserta didik : “Sakit, Bu. Itu suratnya di dalam buku
jurnal.”
(2)
Guru : “Hadir semua hari ini? (dengan
tersenyum)”
Peserta didik : “Amani tidak masuk, Bu.”
Guru : “Sakit?”
Peserta didik : “Iya, Bu.”
(3)
Guru : “Ada yang tidak masuk? (dengan
senyum dan ramah)”
Peserta didik : “Nihil, Bu.”
(4)
Guru : “Siapa yang tidak masuk hari
ini?”
Peserta didik : “Masuk semua, Bu.”
(5)
Guru : “Hari ini ada yang tidak
masuk? (melihat ke buku daftar
hadir dan tersenyum)”
Peserta didik : “Aziz dan Wisnu.”
Guru : “ Ada suratnya?”
Peserta didik : “ Ada, Bu.”
(6)
Guru : “Sinten sing mboten mlebet?
(dengan ramah)”
Peserta didik : “Nihil, Bu.”
(7)
Guru : “Masuk semua? (melihat kearah
peserta didik dengan
tersenyum)”
Peserta didik : “ Masuk semua, Bu.”
(8)
Guru : “Ada yang belum hadir?
(melihat dengan ramah kea rah
peserta didik)”
Peserta
didik : “Edi rapat OSIS, Bu. Itu surat
dispensasinya. (menunjuk kea rah tempat surat)”
Dari 8 (delapan) percakapan
di atas dapat diketahui bahwa tujuan guru adalah sama yaitu untuk mengecek
kehadiran peserta didik. Kalimat tanya tersebut digunakan untuk mengetahui
siapa yang tidak atau belum hadir dikelas atau apakah seluruh peserta didik
telah hadir, sehingga guru tidak perlu memanggil nama peserta didik satu per
satu. Kalimat tanya yang digunakan adalah kalimat tanya baku dan juga tidak baku.
Menurut pendapat Sasangka kalimat baku adalah kalimat yang penulisannya sesuai
dengan kaidah bahasa baku serta dapat menyampaikan informasi secara tepat.
Sebaliknya, kalimat tidak baku adalah kalimat yang penulisannya tidak sesuai
dengan kaidah bahasa baku yang ada
(Sasangka, 2014). Yang termasuk kalimat baku yaitu ujaran (1), (4), dan (6)
dengan struktur sintaksis sebagai berikut;
(1)
Who
is absent today?
Question
word to be adjective adverb of time
(4)
Siapa yang tidak masuk hari ini?
Kata
tanya kata penghubung adjektiva keterangan waktu
(6)
Sinten sing
mboten mlebet?
Kata
tanya kata penghubung adjektiva
Ujaran
(1) merupakan kalimat tanya dalam Bahasa Inggris yang sesuai dengan kaidah
gramatikal Bahasa Inggris baku yaitu who
digunakan sebagai subyek kalimat yang mengacu pada orang (Azar, 1989). Ujaran
(4) merupakan kalimat tanya dalam Bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah gramatikal
Bahasa Indonesia yaitu kata tanya siapa digunakan
untuk menanyakan orang (Chaer, 2009). Ujaran (6) merupakan kalimat Bahasa Jawa
yang sesuai dengan kaidah gramatikal Bahasa Jawa yaitu sinten merupakan kata tanya tingkat krama inggil atau Bahasa Jawa tingkat tinggi yang digunakan untuk
menanyakan orang (Dwiraharjo, 2001).
Untuk ujaran (2), (3),
(5), (7), dan (8) termasuk ke dalam
kalimat tidak baku karena tidak memenuhi kaidah kalimat tanya dalam Bahasa
Indonesia. Sesuai dengan kaidah bahasa baku Bahasa Indonesia, ujaran-ujaran
tersebut seharusnya seperti berikut;
(2) Apakah
hari ini semua peserta didik hadir?
(3) Apakah
ada yang tidak masuk?
(5) Apakah
ada yang tidak masuk hari ini?
(7) Apakah
semua peserta didik masuk?
(8) Apakah
ada yang belum hadir?
2. Mereview materi yang telah disampaikan
sebelumnya.
Tahap
ini bertujuan untuk mengingatkan peserta didik pada materi sebelumnya. Seperti terlihat dalam percakapan berikut;
(1)
Guru :
“Pertemuan minggu lalu kita belajar tentang apa?
(tersenyum)”
Peserta didik : “Surat resmi.”
(2)
Guru :
“Masih ingatkah minggu lalu kita belajar apa?
(memandang peserta didik dengan ramah)”
Peserta
didik : “Struktur jaringan kulit, Bu. (
sambil membuka buku)
(3)
Guru :
“Minggu kemarin kita bahas materi apa ya? (memandang
menyelidik kea rah peserta didik)”
Peserta didik : “Penghitungan laba, Bu.”
(4)
Guru :
“Siapa yang masih ingat pertemuan sebelumnya kita
belajar apa?
Peserta didik : (saling melihat temannya)
Guru :
“Lupa? Berarti tidak belajar tadi malam. Ayo dibuka
bukunya. ( sambil tersenyum)
(5)
Guru :
“Adakah yang masih ingat materi minggu lalu? (sambil
tersenyum dan melihat ke seluruh peserta
didik)”
Peserta didik : “Tentang ukuran lapangan bola voli, Bu.”
Guru : “Bagus, Rizki. Apalagi?”
Peserta didik : “Aturan main.”
Guru : “Aturan main apa?”
Peserta didik : “Bola voli, Bu.”
Guru : “Sip.”
(6)
Guru :
“Apa yang kita pelajari sebelumnya? (dengan nada
ramah)”
Peserta didik : “Suraaaat”
Guru : “Iya, pinter. Surat apa?”
Peserta didik : “Surat resmi.”
(7)
Guru :
“Masih ingat tentang jenis surat? (dengan nada ramah)”
Peserta didik : “Surat resmi dan tidak resmi, Bu.”
Guru : “Iya, bagus.”
Dari ketujuh ujaran di
atas terdapat 2 bentuk kalimat baku yaitu ujaran (5) dan (6). Untuk ujaran (1),
(2), (3), (4), dan (7) merupakan bentuk kalimat tidak baku. Ujaran – ujaran
yang termasuk ke dalam kalimat tidak baku tersebut seharusnya seperti berikut;
(1) Apakah
yang kita pelajari pada pertemuan minggu yang lalu?
(2) Masih
ingatkah apa yang kita pelajari minggu yang lalu?
(3) Apakah
materi yang kita bahas minggu kemarin?
(4) Siapa
yang masih ingat apa yang kita pelajari sebelumnya?
(7) Masih ingatkah tentang jenis surat?
Dari data di atas dapat
dilihat bahwa perempuan memang cenderung menggunakan kalimat tanya dalam
berkomunikasi. Selaras dengan pendapat Lakoff bahwa konstruksi sintaksis
yang lebih bebas digunakan perempuan adalah penggunaan bentuk label pertanyaan.
Lakoff juga menyatakan
bahwa perempuan lebih banyak menyatakan pertanyaan (Lakoff, 1975). Selain
itu, data menunjukkan bahwa guru perempuan mengucapkan ujaran menanyakan
kehadiran peserta didik dengan sikap ramah dan tersenyum. Sikap yang
ditunjukkan itu memberi kesan akrab dan dekat dengan peserta didik.
Guru
Laki-Laki
Berbeda
dengan guru perempuan, guru laki-laki memiliki cara sendiri dalam menggunakan
bahasa pada kegiatan awal pembelajaran. Berikut adalah ujaran yang digunakan
oleh guru laki-laki;
1. Mengecek kehadiran peserta didik.
Percakapan
yang terjadi adalah sebagai berikut;
(1)
Guru : “Baiklah, sebelumnya bapak
absen dulu. Agus
Suharjono. (dengan wajah dan nada datar)”
Peserta didik : “Ada, Pak.”
(2)
Guru : “Bapak akan mengabsen satu per
satu. Fauzi
Bowo.(dengan wajah dan nada datar)”
(Ujaran
ini diucapkan oleh 4 (empat) orang guru laki-laki.)
Peserta didik : “ Hadir.”
(3)
Guru : “Baik, bapak panggil satu per
satu. Fitrahul. (dengan
wajah dan nada datar)”
(Ujaran ini
diucapkan oleh 2 (dua) orang guru laki—laki.)
Peserta didik : “Ada, Pak.”
Dari 10 (sepuluh)
responden terdapat 7 (tujuh) guru laki-laki yang menggunakan ujaran tersebut
untuk mengecek kehadiran peserta didik. Ragam ujaran yang dihasilkan guru
laki-laki tidak sebanyak ragam ujaran yang dihasilkan oleh guru perempuan.
Ketiga ujaran tersebut merupakan bentuk kalimat baku dengan susunan sintaksis sebagai
berikut;
(1) Sebelumnya bapak absen dulu.
Keterangan waktu Subyek/pelaku kata kerja keterangan
(2) Bapak akan mengabsen satu per satu.
Subyek kata kerja keterangan
(3) Bapak panggil satu per satu.
Subyek kata kerja keterangan
2. Mereview materi yang telah
disampaikan sebelumnya.
Ujaran
yang digunakan yaitu;
(1) Kemarin
kita telah membahas tentang…
Ujaran
ini diucapkan oleh 3 (tiga) orang guru laki-laki.
(2) Baik,
pada pertemuan kali ini kita review sebentar materi pada pertemuan sebelumnya
dalam waktu 5 (lima) menit.
(3) Pertemuan
sebelumnya kita telah belajar tentang…
Ujaran
ini diucapkan oleh 4 (empat) orang guru laki-laki.
Terdapat 8 (delapan)
orang guru laki-laki yang menggunakan kalimat berita untuk mereview materi yang
telah disampaikan pada saat pertemuan sebemumnya. Seperti pada saat melakukan
tahap mengecek kehadiran peserta didik, pada tahap inipun ditemukan bahwa guru
laki-laki menggunakan kalimat berita yang baku dengan susunan sintaksis sebagai
berikut;
(1)
Kemarin
kita telah membahas tentang…
Keterangan waktu subyek kata kerja
(2)
Pada pertemuan kali ini kita review sebentar materi
pada pertemuan
Keterangan subyek kata kerja keterangan obyek
keterangan
sebelumnya dalam waktu
lima menit.
keterangan
(3)
Pertemuan sebelumnya kita telah
belajar tentang…
Keterangan subyek kata kerja
Dari data di atas dapat
diartikan bahwa guru laki-laki cenderung menggunakan ujaran berupa kalimat
berita baik ketika mengecek kehadiran peserta didik maupun di saat mengingatkan
peserta didik pada materi yang telah dipelajari sebelumnya. Selain itu, sikap
yang ditunjukkan guru laki-laki ketika berujar memberi kesan tegas dan berwibawa.
Simpulan
Dari
uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kegiatan awal pembelajaran
guru perempuan cenderung menggunakan bahasa dalam bentuk pertanyaan atau
kalimat tanya yang menunjukkan bahwa perempuan berbicara dengan tidak tegas dan
tidak terang-terangan sedangkan guru laki-laki cenderung menggunakan bahasa
dalam bentuk pernyataan atau kalimat berita yang menunjukkan ketegasan dan
terang-terangan. Baik guru perempuan ataupun guru laki-laki memiliki tujuan
yang sama dalam melakukan kegiatan awal pembelajaran ini. Namun, bahasa yang
mereka gunakan berbeda. Hal ini membuktikan bahwa bahasa yang digunakan oleh
perempuan tidak sama dengan bahasa yang digunakan oleh laki-laki. Dalam
menggunakan bahasa ketika menanyakan kehadiran peserta didik dan mereview
materi pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya, guru perempuan dan laki-laki
menunjukkan sikap yang berbeda pula. Sikap yang ditunjukkan guru perempuan
cenderung memberi kesan ramah dan dekat dengan peserta didik, sedangkan sikap
yang ditunjukkan guru laki-laki memberi kesan tegas dan berwibawa.
Daftar
Pustaka
Azar,
BS. 1989. Understanding and Using English Grammar. New Jersey: Prentice
Hall Regents.
Chaer,
A. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta.
Dwiraharjo,
Maryono. 2001. Bahasa Jawa Krama. Surakarta:
Pustaka Cakra Surakarta.
Lakoff,
R. 1975. Language and woman’s Place. Cambridge:
Cambridge University Press.
Nugraheni,
Y. 2011. “Implikatur Percakapan Tokoh Wanita dan Tokoh Laki-Laki dalam Film Harry Potter and The Goblet of Fire”. Lensa
Volume 1 No. 2 Juli-Desember 2011.
Prayitno,
HJ. 2009. “Perilaku Tindak Tutur Berbahasa Pemimpin dalam Wacana Rapat Dinas:
Kajian Pragmatik dengan Pendekatan Jender”. Kajian
Linguistik dan Sastra Vol. 21, No. 2, Desember 2009: 132-146.
Santoso,
A. 2007. “Beberapa Catatan Tentang Bahasa Perempuan: Perspektif Analisa Wacana
Kritis”. Diksi Vol. : 14 No. 2 Juli 2007
Sasangka,
SSTW. 2014. Kalimat. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pemasyarakatan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian pendidikan dan Kebudayaan. Desember 2015.
Sobara,
I. Ardiyani, DK. 2013. “Sikap Bahasa Mahasiswa Laki-Laki dan Perempuan di
Jurusan Sastra Jerman Universitas Negeri Malang”. BAHASA DAN SENI Tahun 41, No. 1.Februari 2013.
Suhaeb,
LAS. Asri, WK. 2009. “Bias Jender dalam Perbedaan Penggunaan Bahasa oleh Pria
dan Wanita”. Linguistik Indonesia Tahun
ke 27 No. 2, Agustus 2009.
Wibowo,
PAW. 2012. “Bahasa dan gender”. LITE.
Volume 8 No.1 Maret 2012.
Komentar
Posting Komentar