Kajian Stilistika: Analisa Hermeneutika Komik
Oleh: Pipiet Palestin Amurwani
Analisa Komik Panji Koming (Edisi 24 Februari 1980)
Panji Koming adalah strip komik ciptaan kartunis Dwi Koendoro yang secara berkala diterbitkan di surat kabar Kompas edisi Minggu sejak 14 Oktober 1979. Nama komik ini berasal dari nama tokoh utamaya, Panji Koming, yang hidup pada masa Kerajaan Majapahit (Wikipedia.com). Ungkapan sosial yang disajikan dalam bentuk gambar, merupakan bentuk visualisasi dari kreatifitas komunikasi desain komunikasi visual yang berhadapan dengan sejumlah alat, teknik, bahan, dan keterampilan. Ungkapan yang baik, akan lebih bernilai apabila didukung dengan teknik yang baik, dan ditunjang kepiawaian seseorang dalam mewujudkannya. Seperangkat alat yang dimanfaatkan oleh desainer komunikasi visual, antara lain adalah aspek visual yang meliputi bentuk ilustrasi, layout, warna serta aspek verbal yang terdiri dari teks dan tipografi (Jewler & Drewniany, 2001: 57).
Panji Koming adalah strip komik ciptaan kartunis Dwi Koendoro yang secara berkala diterbitkan di surat kabar Kompas edisi Minggu sejak 14 Oktober 1979. Nama komik ini berasal dari nama tokoh utamaya, Panji Koming, yang hidup pada masa Kerajaan Majapahit (Wikipedia.com). Ungkapan sosial yang disajikan dalam bentuk gambar, merupakan bentuk visualisasi dari kreatifitas komunikasi desain komunikasi visual yang berhadapan dengan sejumlah alat, teknik, bahan, dan keterampilan. Ungkapan yang baik, akan lebih bernilai apabila didukung dengan teknik yang baik, dan ditunjang kepiawaian seseorang dalam mewujudkannya. Seperangkat alat yang dimanfaatkan oleh desainer komunikasi visual, antara lain adalah aspek visual yang meliputi bentuk ilustrasi, layout, warna serta aspek verbal yang terdiri dari teks dan tipografi (Jewler & Drewniany, 2001: 57).
Komik, kartun dan
karikatur adalah ekspresi ungkapan melalui gambar sebagai salah satu bentuk
komunikasi visual. Sebagai salah satu bentuk komunikasi grafis. Komik, kartun
dan karikatur merupakan suatu gambar interpretatif yang menggunakan
simbol-simbol untuk menyampaikan suatu pesan secara cepat dan ringkas, atau
sesuatu sikap terhadap orang, situasi, atau kejadian-kejadian tertentu. Komik,
kartun dan karikatur biasanya hanya mengungkap esensi pesan yang harus
disampaikan dan menuangkannya ke dalam gambar sederhana, tanpa detail, dengan
menggunakan simbol-simbol, serta karakter yang mudah dikenal dan dimengerti
secara cepat (Ismail dkk, 2015). Berikut adalah komik yang akan di analisis
dalam tulisan ini;
|
Komik di atas adalah komik Panji Koming edisi 24 Februari 1980. Gaya bahasa komik menggunakan gaya bahasa yang mudah dimengerti karena menggunakan bahasa sehari-hari para pembacanya sehingga semua kalangan umur dapat membacanya (brainy.co.id). Secara stilistika komik Panji Koming edisi tersebut menggunakan diksi khas Jawa yaitu kata “kurungan” yang memiliki kesamaan makna dalam Bahasa Indonesia “penjara”. Istilah Jawa tersebut merepresentasikan setting yang digambarkan dalam komik tersebut adalah di Jawa. Selain itu juga menandakan bahwa pelaku dalam cerita itu adalah orang Jawa yang ditandai dengan nama-nama khas Jawa salah satunya yaitu ada sebutan “Raden” .
Dari
segi Hermeneutika, cerita tersebut mengandung makna yang mendalam. Tokoh yang
ada dalam cerita yaitu seorang Pailul, prajurit, Pak pamong, Raden Ngabei yang
merepresentasikan rakyat jelata, aparat, dan pejabat. Kemudian terdapat simbol
berupa “wisma adil” yang merepresentasikan “pengadilan”, “ayam”
merepresentasikan “hasil curian yang bernilai kecil” dan “gajah”
merepresentasikan “barang curian yang bernilai besar”.
Cerita
dalam komik tersebut menggambarkan keadaan pada masa 80-an ketika keadilan
hanya menjadi milik penguasa, pejabat, dan orang kaya. Hukum tajam ke bawah dan
tumpul ke atas. Begitulah kira-kira pepatah yang tepat untuk menggambarkan
kondisi pada jaman itu. Tokoh Pailul digambarkan sebagai rakyat jelata yang
berbadan sangat kurus menandakan dia hidup dalam keadaan sangat kekurangan. Hidup
dalam kekurangan yang akhirnya memaksanya untuk mencuri ayam sekedar untuk
makan. Seperti terlihat pada gambar berikut;
Pailul |
Pailul tertangkap mencuri ayam dan langsung
mendapat ganjaran berupa penyiksaan fisik yang digambarkan dengan gambar Pailul
dicekik dan ditempeleng berkali-kali oleh Pak Pamong atas perbuatannya dan
dimasukkan penjara. Pailul yang berbadan kurus nampak sangat tidak berdaya
mendapatkan perlakuan itu. Adegan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut;
Pak
Pamong mencekik Pailul dan menempelengnya
Kondisi yang tergambar
di atas selaras dengan pendapat seorang ahli psikologi C.P. Chaplin bahwa marah
adalah reaksi emosional akut ditimbulkan olehsejumlah situasi yang merangsang,
termasuk ancaman, agresi lahiriah, pengekangan diri, serangan lisan,
kekecewaan, atau frustasi, dan dicirikan oleh reaksi kuat pada sistem syaraf
otonomik, khususnya oleh reaksi darurat pada bagian simpatetik; dan secara implisit
disebabkan oleh reaksi serangan lahiriah, baik yang bersoifat somatic atau
jasmaniah maupun yang verbal atau lisan.
Berbeda dengan Pailul, Raden Ngabei yang seorang
pejabat digambarkan dengan badan yang gemuk yang menandakan dia hidup dalam
kemakmuran. Seperti terlihat pada gambar berikut;
Raden
Ngabei
|
Perlakuan
yang diberikan oleh Pak Pamong terhadap Raden Ngabei yang telah ketahuan
mencuri bahkan dengan hasil curian yang jauh lebih besar berbeda jauh dengan
yang didapatkan Pailul yang hanya mencuri barang kecil. Raden Ngabei dibiarkan
bebas melenggang dengan barang curiannya dengan alasan yang tidak masuk akal
dan jelas mengada-ada. Pembelaan terhadap raden Ngabei terlihat pada teks “susah dibuktikan” yang tertulis dengan
dicetak tebal yang dapat bermakna penekanan. Seperti diilustrasikan pada gambar
berikut;
Raden
Ngabei melenggang lolos dari pengadilan
|
Dari
segi bahasa, ada perbedaan bahasa yang digunakan Pak Pamong ketika mengatasi
kasus Pailul yang hanya seorang rakyat jelata dan Raden Ngabei yang seorang
pejabat. Kepada Pailul, Pak Pamong berbicara dengan garangnya, ditandakan
dengan ekspresi wajah marah dan dengan kalimat dengan diakhiri tanda seru.
Seperti dalam kutipan berikut;
(1)
Pailul,
kamu ketahuan mencuri ayam!
(2) Masukkan
kurungan! Biar kapok!
Ekspresi marah Pak Pamong dapat dilihat
pada gambar berikut;
Pak
Pamong marah
|
Namun, ketika mendengar Raden Ngabei
mencuri, Pak Pamong sama sekali tidak garang bahkan cenderung masih memberi
penghormatan dengan masih menggunakan kata “beliau” dan “dipersilahkan”.
Berikut adalah ilustrasi yang menggambarkan kondisi tersebut;
Pak Pamong mempesilahkan Raden
Ngabei dibawa ke pengadilan
|
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
komik di atas merepresentasikan kondisi sosial yang terjadi dengan menggunakan simbol-simbol
berupa gambar orang, benda dan juga teks tulis yang mendukung situasi dan
kondisi hukum pada era tahun 80-an. Hukum yang diskriminatif terjadi pada masa
itu. Simbol-simbol pada komik yang menggambarkan ketidakadilan di mana pejabat
peradilan tidak mampu menindak pelaku kejahatan dari kalangan pejabat dan
sangat keras menindak pelaku kejahatan dari kalangan rakyat biasa. Komik ini menyuguhkan gambaran rakyat jelata
yang hidup sengsara dan pejabat yang semakin kaya yang menunjukkan bahwa
kesenjangan ekonomi yang sangat mencolok terjadi. Cerita dalam komik juga
merupakan kritik yang diberikan kepada pemerintah melalui karya seni.
Komentar
Posting Komentar